Artikel

GIMANA CARANYA NULIS BUKU
AND DITERBITKAN?


Oleh: Ratman Boomen
(Penulis)


MULAI DARI MANA?
Banyak orang bingung, kalo mau nulis tuh dari mana? Gitu aja kok repot. Itulah psikologi orang bingung, mau mulai sesuatu aja gak tahu. Gue ndak mau pakai teori nulis yang muluk-muluk, takut jatuhnya makin parah. Kalau mau nulis itu mulainya dari satu hal saja 1#: TULIS!

Kok gitu? Ya iya lah. Namanya juga nulis, ya mulainya dari NULIS! Nggak ada critanya nulis mulai dari tidur. Nulis apa, wong masih bingung kok. Ya tulis aja yang loe bingungin. Kalau kamu udah gak bingung, tulis aja yang gak bingungin. Tulis aja… Tulis aja sembarang…. Kalau kamu nulis sembarang aja belum bisa, jangan harap bisa nulis buku.

Sembarang apa yang ditulis? Sembarang yang kamu suka, yang kamu benci, yang kamu penginin, yang kamu harapin, yang kamu lihat, yang kamu dengar, yang kamu lakukan, yang kamu senang, yang kamu sedih, yang kamu khayalin juga bolah, pokoknya sembarang. Nggak ada yang ngelarang, loe mau nulis apa. Kamu pasti akan bilang, “Gue dah suka nulis kok. Nulis SMS, nulis status FB, nulis ocehan di Tweet, atau lainnya.” Good, teruskan saja. Yang penting nulis yang bener-bener aja. Makanya, tulis aja, sebelum nulis dilarang.

Di mana nulisnya? Terserah. Mau di dinding kamar seperti narapidana, di buku catatan, notebook, atau daun lontar (sekarang dah gak ada kali ya). Kalau kamu dah punya komputer, tulis aja di komputer. Asal jangan ditulis di tembok jalanan!

Buat apa sih ditulis segala? Kata pepatah (pepatah Arab kayaknya, seingat saya ketika mau mondok), “Ikatlah ilmu dengan ditulis”. So, ditulis buat bukti nyata kalau kamu dah pernah nulis. Loe kan lucu kalo bilang ke orang-orang, “He, gue dah nulis tentang Ayu Ting Ting loh.” Temenmu tanya, “Mana tulisannya, gue pengin baca.” “Wah, sorry, cuma di khayalan aja,” jawabmu. Kamu paling-paling dibilang pengkhayal kelas berat.

Kalau nggak ditulis, mana mungkin kamu bisa baca tulisanmu sendiri? Kalau kamu ndak tulis, mana mungkin temen kamu membaca dan menilai tulisanmu? Yang jelas, ide segila apapun kalau nggak ditulis, namanya bukan tulisan! Loe tahu ide cemerlangnya Steve Jobs, karena ditulis, bukan hanya di tulisan tapi ditulis dalam bentuk barang: iPad, iPhone, dan konco-konconya! Itulah ide yang sudah mewujud! Menjadi karya. Orang akan dihargai karyanya, bukan sekadar khayalannya.

Loe inget nggak sama ucapannya seorang filosof yang namanya Rene Descartes, “Aku berpikir, maka aku ada (cogito ergo sum)”. Nah, bagi yang penulis, “Gue nulis, maka gue ada”. Bukanlah loe kalo rajin nulis status FB, loe merasa eksis? LOE NULIS, LOE EKSIS!!! (Tunggu saja buku saya berjudul “LOE NULIS, LOE EKSIS”, insya Allah).

Mulai kapan? Emangnya kamu mau jadi penulis kapan? Kalau loe pengin jadi penulis sekarang, ya nulislah sekarang. Kalau loe pengin jadi penulis seabad lagi, ya gak perlu nulis sekarang. Tulis aja 100 tahun lagi, itu kalo loe masih dikasih umur panjang sama Yang Ngecat Cabai. Kalau loe gak nulis-nulis dari sekarang, sampai loe jadi almarhum juga nggak pernah akan disebut sebagai penulis. Bahkan sebutan “pernah jadi penulis” aja nggak. Parah kan?

PERLU NGGAK BELAJAR KHUSUS NULIS?
Wah, kalau njawab pertanyaan ini sih sangat tergantung beberapa hal. Jawabannya bisa “ya”, bisa “nggak”. Kok bisa? Ya bisa lah. Tulisan itu kan macem-macem. Ada yang resmi ada yang nggak resmi (ini kriteria umum menurut saya). Kalau tulisan resmi ya macem skripsi, buku teks pelajaran or buku teks kuliah, tulisan ilmiah, dan kawan-kawannya. Intinya, ya yang bau-bau ilmiah gitu.

Nah, kalau yang nggak resmi ya buku-buku macem novel, cerpen, buku-buku pop (popular) yang biasa ada di toko-toko buku. Buku yang model ini nggak perlu ilmiah-ilmiahan. Tapi, bukan berarti buku yang nggak resmi tidak ilmiah loh. Artinya, cara penyajiannya bisa saja santai, tapi data-data yang disampaikan ilmiah. Kalau begitu, resmi dan nggaknya diteentuin oleh cara penyajiannya dong? Ya, bisa gitu deh.

Kalau tulisan yang resmi mesti pakai pakem dan aturan tertentu, bahasanya resmi (EYD kali ya), cara penyajiannya juga resmi. Sedangkan tulisan nggak resmi, ya kaya tulisan ini nih (yang sedang loe baca ini). Tulisannya sembarang, cara penyajiannya juga sak gelem-nya dewe. Yang penting idenya tersampaikan, mudah dipahami, bahasanya gak ribet (gak perlu EYD segala), dan menarik (nah kalo yang ini saya nggak tahu, tulisan ini menarik nggak).

Nah loh, kalau udah gitu, kira-kira masih butuh kursus nulis nggak? Terserah loe deh. Asal loe tahu aja, setahu gue, J.K. Rowling si penulis Harry Potter (saya suka nyebut Hari Puter) kagak pernah kurus nulis. Dia cuman nulis apa yang dia khayalkan di sebuah café sambil membawa anak kecilnya saat dia kekurangan uang. Penulis Laskar Pelangi, Mas Andrea Hirata, juga tidak bergelar S.P., Sp.N. (Sarjana Penulisan, Spesialis Novel).

So, mau kursus atau nggak bukan urusan gue. Gue cuman nyaranin satu hal aja 1#: LATIHAN TERUS NULIS! Kenapa gue pakai kata “latihan” bukan “belajar”? Itu sama seperti sekolah SMA dan STM (SMK sekarang). Kalau “belajar” itu SMA, sedangkan “latihan” itu STM. SMA cuman kebanyakan teori (karena mau nglanjutin kuliah kalee). Kalau STM banyak prakteknya. Mudeng to maksud saya? (Ini bukan SMA vs STM loh, cuma gambaran aja. Soalnya saya juga lulusan SMA, tapi bisa nulis walaupun ala kadarnya).

Nulis itu bakat apa bukan? Ini pertanyaan yang tidak cerdas sama sekali, minimal menurut saya. Nulis nggak perlu bakat. Yang diperlukan hanya menggerakkan tangan dan meng-on-kan pikiran juga perasaan. Kok bawa-bawa perasaan? Ya kalo nulis novel yang sad ending perlu bawa perasaan lah.

Oh ya, soal ngelmu nulis, loe bisa dapet dari mana aja. Dari buku, internet, atau loe mau bertapa juga bisa. Dunia sekarang udah sempit banget, man! Jaman internet, jaman SMS, BB, FB. Kalau loe masih nunggu kursus nulis biar dapat ngelmu nulis, berarti loe masih kolot abis. Menurut gue, cara paling ampuh menguasai ilmu menulis adalah dengan NULIS itu sendiri. Nggak ada yang lain. Swear!

JURUS NULIS ABAL-ABAL
Gue nggak mau pakai teori macem-macem yang sulit-sulit dalam menulis. Gue pakai jurus Dewa Mabok aja milik Jackie Chan. Loe tahu kan gimana tingkahnya orang mabok? Dia bergerak terus, ngoceh terus, apapun diembat. Nah, nulis juga gitu. Embat aja apa yang lewat di pikiran loe: TULIS!

Loe inget kan, ada buku yang isinya cerita lucu-lucuan sehari-hari dari pengalaman penulisnya, bisa jadi best seller? Jadi, jangan terlalu overestimate soal nulis atau buku. Loe nggak usah mengkhayalkan buku yang berat dan susah-susah, kalau tulisan yang ringan aja loe belum pernah hasilkan. Banyak penulis besar yang berangkat dari kesukaannya nulis catatan harian alias diary. Mangkanya, kamu jangan menyepelekan orang yang lagi nulis diary. Coba bayangkan apa yang terjadi sekarang jika diary-nya Steve Jobs dan diary-nya Moammar Kaddafy diterbitkan. Udah kebayang deh…..
Mana jurusnya? Nih dia jurus abal-abalnya! Tereserah loe mau pakai jurus ini atau nggak, gue nggak maksa. Yang penting gue dah share!

IDE-->TULIS-->BACA-->PERBAIKI-->TULIS-->BACA-->PERBAIKI-->DST

Segampang itu? Yup. Segampang itu. Kalau loe masih ngerasa belum baik tulisannya, ya perbaiki. Gimana caranya? Ya terserah loe gimana caranya. Mau belajar dari penulis yang udah ngetop, mau otodidak, mau minta saran teman, atau apa lah terserah. Makin banyak loe nulis, pasti makin bagus tulisan loe!

GIMANA NERBITKANNYA?
Loe pasti pada bingung lagi, gimana caranya nerbitkan tulisan loe. Nggak usah bingung. Ada ratusan penerbit di Indonesia, belum yang di luar negeri sono.

“Gimana caranya gue tahu penerbit mana yang mau nerbitin tulisan gue?” kata loe sambil mecucu. Ya dikirim lah ke penerbit.
“Gimana gue tahu penerbit mana ana aja?”
Busyet deh loe… Ya cari tahu dong penerbit aapa aja dan dimana aja yang ada.
“Ya iya, gimana caranya gue tahu!”

Wadoh… jangan bodo-bodo amat deh. Sekarang jaman internet, tanya sama Mbah Google aja nama-nama penerbit di Indonesia juga di dunia. Sekalian alamatnya kalo loe mau datengin satu-satu. Atau loe telepon juga bisa. Loe e-mail juga sampai. Jangan males gitu.

“Caranya gue tahu penerbit mana yang mau tulisan macam tulisan gue gimana?”
Ya tanya dong. Loe kan udah dapet alamat, no tilipun atawa emailnya. Loe bisa tanya ke sono. Sekarang banyak juga penerbit yang pada punya FB atau Tweeter. Atau, kalau loe sempat ngenet, lihat aja tuh web-nya penerbit-penerbit itu. Lihat aja visi-misinya, criteria buku-bukunya, dan produk bukunya. Dari situ, loe pasti bisa tahu jenis buku apa yang diterbitin. Nah, kira-kira tulisan loe itu bisa gak dimasukin sono. Kalau tulisan loe novel, ya jangan dikirim ke penerbit buku-buku pelajaran. Kagak bakal diterima coy! Kalau tulisan loe serius banget kayak buku teks pelajaran, ya jangan loe kirim ke penerbit buku komedi. Tahu kan maksud gue?


NULIS NGGAK MENGHASILKAN UANG?
Wah.. wah.. wah… kalau ada yang berpikir begitu. Itu salah besar! Coba loe lihat, berapa banyak orang yang bisa dapet uang dari nulis. Yang deket-deket aja deh: WARTAWAN! Yang namanya wartawan tuh ngidupin keluarganya ya dari nulis. Coba loe tanya sama J.K. Rowling dan Mas Andrea Hirata, berapa duit dia dapat dari hasil nulisnya. So, nggak usah jauh-jauh, gue sendiri bisa punya rumah, kendaraan, dan mobil tuh dari hasil nulis. Loe gak percaya? Terserah… Hahahaha.... Faktanya iya. Itu aja gue nulis bukan sebagai kerjaan utama, hanya sampingan. Gimana dengan loe?

So, karena udah lumayan panjang gue ngoceh. Kini giliran loe nulis dan kirimkan ke penerbit. Kalau gak diterima penerbit, ya buat lagi dan kirimkan lagi. Kalau loe udah ngirim ke 1000 penerbit, masak sih kagak ada satu pun yang diterima?
Insya Allah to be continued….

Surabaya, 25 Oktober 2011